Minggu, 31 Agustus 2014

Day 10: Keajaiban Marie-Camommile



Ketika Marie-Camommile bangun pagi pada usianya yang ketujuh belas, ia mendesah. Sekali lagi, tidak ada pesta yang menyenangkan di hari ulang tahunnya. Tidak ada yang spesial di pestanya. Ia tidak memiliki ayah lagi dan ibunya sudah sakit sejak lama sehingga tidak bisa meninggalkan tempat tidurnya.

Ia bangkit berdiri dari kasurnya, berpakaian, dan seperti setiap pagi, ia pergi ke sumur dekat rumahnya untuk menimba air. Ketika ia mengangkat air, ia melihat seekor capung yang sedang dalam kesulitan. Sayapnya bergetar hebat. Karena iba, Marie-Camommile memungutnya dengan ujung jarinya dan meletakkannya di atas sekuntum bunga. Makhluk kecil itu lalu berdiri di atas bunga dan mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah. Ternyata, ia bukan capung, tetapi perempuan yang sangat kecil dan bersayap.

“Terima kasih atas bantuannya, Nak. Karena hari ini engkau berulang tahun, aku akan memberikanmu sebuah hadiah. Apa yang kau inginkan? Kecantikan? Kekayaan atau Kekuasaan?” tanya peri itu.

Marie-Camommile menggeleng. Ia berkata kepada peri itu, “Kalau boleh, aku ingin agar kesehatan ibuku membaik”

Peri itu tersenyum, dan tanpa berkata apa-apa, ia mencium jari Marie-Camommile. Ciumannya lembut seperti kepakan sayap kupu-kupu. Lalu ia terbang dan menghilang dari pandangan Marie-Camommile. Ia segera meninggalkan embernya dan berlari ke rumah. Ia bergegas ke kamar ibunya dan menyentuh kening ibunya dengan lembut. Ibunya segera membuka matanya dan tatapannya bersinar. Demamnya telah sirna. Dia duduk di tempat tidurnya dan berkata riang, “Wah, ibu sudah puas tidur! Sekarang, Ibu akan menyiapkan sarapan untukmu”

Marie-Camommile melompat gembira. Ia memeluk ibunya lalu melesat keluar dari rumahnya. Ia ingin mencoba kemampuannya itu. Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang penunggang kuda yang pingsan. Pemuda itu jatuh dari kuda dan kepalanya membentur batu. Dengan lembut, gadis itu menyentuh dahi pemuda itu. Pemuda itu membuka matanya dan mengira akan melihat seorang malaikat. Namun, Marie-Camommile sudah menghilang. Gadis itu sudah berjalan memperbaiki tali yang putus dan menghidupkan api perapian yang padam di rumah seorang nenek.

Di tepi hutan, Marie-Camommile mendengar erangan dari seekor rusa betina yang tergeletak di tanah. Dengan lembut, Marie-Camommile menyentuh dahinya. Begitu melakukannya, ia mendengar suara riuh derap kuda dan pemburu-pemburu muncul dari balik pohon. Mereka membawa busur besar di bahunya. Rusa itu segera melompat dan melarikan diri.

“Lihat! Gara-gara gadis itu, rusa yang kita lukai melarikan diri. Gadis ini menyembuhkan rusa itu! Dia pasti memiliki kekuatan sihir! Ayo kita bunuh dia!” kata salah seorang pemburu sambil menunjuk Marie-Camommile.

Pemburu-pemburu itu menyeret Marie-Camommile dan membawanya ke alun-alun desa. Masyarakat sekitar sudah menyediakan panggung penuh obor api. Orang-orang menyuruhnya naik ke atas ikatan ranting kayu dan segera menyulut ranting itu. Tetapi si api yang mengenali Marie-Camommile tidak melukainya. Api itu hanya menyulut kayu dan tidak membakarnya. Si tali melepaskan ikatannya dan Marie-Camommile jatuh ke tanah. Tiba-tiba muncul rusa yang tadi ditolongnya. Ia melompat ke tengah obor api yang menyala-nyala.

Marie-Camommile naik ke atas punggungnya dan binatang ini lari terus ke arah kastil yang terletak di sisi hutan yang lain. Di sana, Marie-Camommile bertemu dengan pemuda yang tadi ditolongnya setelah terjatuh dari kuda. Pemuda, yang ternyata sang Pangeran itu, sangat gembira melihat malaikat penolongnya. Ia terpikat oleh kecantikan dan kelembutan Marie-Camommile. Ia menyatakan cintanya dan mengajak Marie-Camommile untuk menikah bersamanya. Marie-Camommile menyetujuinya dan ia menikah dengan Pangeran itu. Ia membawa ibunya serta ke kastil dan menjadi ratu negeri Seribu, tempat yang tidak pernah ada sakit penyakit lagi.

#fairytale #dongeng #dongenganak #ceritaanak #fabel #30harimendongeng

Dikutip dari 30 Cerita Ulang Tahun, karangan Catherine Mory

Day 9: Ulang Tahun si Kembar Tiga


Di bawah sebuah rumah yang megah dan indah, Ayah dan Ibu Tikus berdiri bersama ketiga anak kembarnya. Masing-masing membawa tas punggung besar di punggungnya. Hari ini anak-anak tikus itu merayakan ulang tahun mereka yang kedua. Itu artinya, anak-anak tikus harus meninggalkan tempat kediamannya dan menjalani kehidupan secara mandiri.

“Selamat jalan anak-anakku yang tampan dan cantik,” kata Ibu Tikus.

“Jaga diri kalian dari kucing-kucing besar yang rakus,” tambah si Ayah Tikus.

Sambil melambaikan tangan-tangan mereka, ketiga tikus kecil itu berangkat. Mereka berlari-lari kecil dengan kaki-kaki mungil mereka, menyeberangi ladang rumput yang terang dan luas, melewati sungai penuh batu-batu, sambil mengobrol dengan riang gembira.

Malam pun tiba. Ketiga tikus bersaudara sampai di rumah yang terpencil di tengah hutan. Rumah itu ternyata milik tiga serigala jahat yang saat itu sedang pergi memangsa makanan mereka. “Aku suka rumah itu! Aku mau tinggal di sana malam ini!” kata tikus pertama, “Aku juga!” sahut tikus kedua. Tikus ketiga hanya mengikuti kemauan kedua saudaranya. “Aku ikut kalian saja”

Mereka masuk dan masing-masing menemukan posisi favoritnya. Yang satu tidur di atas abu panas perapian, yang lain naik ke bantal lembut sebuah sofa, dan yang terakhir naik ke atas meja yang ditutupi taplak kecil yang manis. Sebelum tidur karena kelelahan, mereka menggerikiti sepotong roti dan segera tertidur karena perjalanan yang panjang di hari itu.

Ketiga serigala yang baru kembali dari perburuan mereka mencium bau yang tidak biasa di rumah mereka. “Rasanya ada yang masuk rumah kita,” kata serigala yang satu dengan yang lain. “Pintunya tidak ditutup dengan baik. Aku sudah menguncinya tadi pagi,” kata serigala kedua.

“Tunggu disini. Aku akan memeriksa rumah kita”, kata serigala ketiga yang paling muda. Ia tidak takut apa-apa. Tanpa bersuara, ia masuk ke dalam rumah, membuka topinya, dan meletakkannya di atas meja yang ditutupi taplak kecil itu. Karena ia tidak melihat apa-apa, maka ia menghampiri perapian untuk menyalakan lilin.

Ketika serigala termuda itu membungkukkan badan untuk mencari bara api yang kemerahan. Tikus pertama melompat ke atas moncongnya dan melemparkan abu ke mata serigala. Serigala yang kaget dan matanya penuh abu itu melompat mundur dan menjatuhkan dirinya ke atas kursi sambil menggosok-gosok kelopak matanya. Dengan segera, tikus kedua menggigit pantatnya yang berbulu. Si serigala kembali meraung dan menjulurkan tangan untuk mengambil topinya dan kabur. Namun samar-samar, ia melihat topinya berjalan menjauh di atas meja. Dengan ketakutan, ia bergegas berlari keluar dan menemui saudara-saudaranya.

“Ayo kabur! Rumah kita sekarang berhantu! Abu melemparkan diri padaku dari perapian, kursi menggigitku, dan bahkan topiku lari ketika aku ingin mengambilnya. Ada hantu! Mari kita pergi!” serunya.

Ketiga serigala buru-buru lari. Sementara ketiga tikus itu segera tidur kembali. Mereka bangga bahwa mereka dapat menyelesaikan masalah secara mandiri.

#fairytale #dongeng #dongenganak #ceritaanak #fabel #30harimendongeng

Dikutip dari 30 Cerita Ulang Tahun, karangan Catherine Mory

Sabtu, 30 Agustus 2014

Day 8: Ulang Tahun Konfeti



Di tengah hutan Amazon yang luas dan dalam, Konfeti kecil tidur melingkar di atas pohon, sementara keluarga dan teman-temannya mempersiapkan kejutan ulang tahun.

“Begitu Konfeti bangun, kita akan menyanyikan lagu ulang tahun dengan keras”, Paman monyet memberi komando. Dengan segera monyet-monyet kecil teman konfeti berteriak dengan lantang, “Teman monyet kami...hari in…”

“Sssttt..nanti dulu!” kata Ibu Monyet. “Aku mau ambil kue ulang tahunnya dulu. Bentuknya bundar dan warnanya kuning seperti bulan”

Monyet-monyet kecil melompat-lompat gembira, “Hip! Hip! Hura! Alangkah senangnya perut kita”, seru monyet-monyet kecil dengan rakus.

“Kemudian, Konfeti akan meniup ketiga lilin raksasa yang sudah kubuat dari ranting-ranting yang dijalin” lanjut Ayah monyet.

“Dan akhirnya, kita akan menunjukkan kado itu kepadanya. Kadonya adalah…” Kakak monyet menyudahi. “Kami tahu! Kami tahu! Karena kami yang membuatnya! Perahu kecil yang baru untuk berlayar di sungai”, sela monyet-monyet kecil itu.

Tiba-tiba ibu Monyet mengacungkan jarinya agar semuanya diam. Ada gemerisik daun-daun yang remuk. Itu pasti Konfeti yang baru bangun. Dengan segera monyet-monyet kecil bernyanyi,
“Teman monyet kami
Hari ini ulangtahun,
Kita heboh s’panjang hari
Di Amazon ini!”

Dengan mata merah karena masih mengantuk, Konfeti tersenyum menerima kejutan ini. Monyet-monyet kecil itu masih berteriak-teriak heboh setelah bernyanyi. Lalu mereka diam menunggu kedatangan kue ulang tahun yang dibawa ibu Monyet. Alih-alih kue, ayah Monyet turun dari pohon dengan sangat marah “Lilin-lilin itu! Aku sudah menyembunyikannya di atas pohon, namun burung-burung itu mengambilnya untuk membuat sarang!”

“Oh! Tidak indah kalau ulang tahun tanpa tiup lilin”, ratap monyet-monyet kecil itu. Tak lama kemudian, Ibu Monyet berlari menemui mereka “Kue ulang tahun itu! Kue ulang tahunnya dicuri! Aku melihat jejak cakar beruang di tempat aku menyimpannya!”, teriaknya.

“Oh… tidak seru kalau ulang tahun tanpa kue,” monyet-monyet kecil itu semakin sedih. “Kalian belum tahu kabar yang lebih buruk lagi. Rayap-rayap menghabiskan perahu itu. Hanya tersisa serbuk kayu di tempat kalian menambatkannya,” seru kakak Monyet yang pulang dengan terengah-engah dari sungai.

“Oh, semua gagal! Kami sedih sekali!”, monyet-monyet kecil itu mulai menangis. Suasana Amazon yang tadinya heboh menjadi sunyi sepi. Hanya terdengar monyet-monyet kecil itu terisak-isak di balik pepohonan. Tiba-tiba suara lirih Konfeti memecah keheningan.

“Kue, lilin, dan perahu itu semua bisa digantikan. Satu-satunya hal yang tidak dapat digantikan adalah kehadiran kalian. Keluarga dan teman-temanku. Dan semua ada di sini hari ini. Bagiku, itulah yang terpenting,” kata Konfeti lembut.

Mendengar kata-kata itu, monyet-monyet terharu dan menitikkan air mata. Mereka memeluk Konfeti dan melempar-lemparkannya ke udara sambil berteriak-teriak gembira. Sepanjang siang, Amazon benar-benar ramai dan heboh dengan tawa dan nyanyian. Selamat ulang tahun, Konfeti!


#fairytale #dongeng #dongenganak #ceritaanak #fabel #30harimendongeng

Dikutip dari 30 Cerita Ulang Tahun, karangan Catherine Mory

Kamis, 28 Agustus 2014

Day 7: Ulang Tahun Si Putri Bodoh



Di negeri nun jauh di sana, tinggallah seorang putri yang kepalanya kosong seperti panci. Rakyatnya menyebut dia si putri bodoh.

Suatu hari di musim gugur, ia berkata kepada pelayannya, “Hari ini kalian harus mencegah pohon-pohon kehilangan daunya. Mereka akan terlalu miskin kalau gundul. Selain itu, kalian harus menyalakan matahari sebelum aku tidur. Aku benci malam dan tidak ingin melihatnya lagi”

Beberapa hari menjelang ulang tahunnya yang kedua puluh, ia pergi menemui ayahnya, sang raja, yang sedang beristirahat di taman dan berkata kepadanya dengan sangat marah, “Ayah, aku pikir Ayah mencintaiku…”

“Tentu saja, sayang. Aku mencintaimu dengan sepenuh hati”

“Tidak, ayah tidak mencintaiku. Kalau ayah mencintaiku, ayah akan memberikanku banyak perhiasan”, kata si putri bodoh sambil menghentak-hentakkan kakinya.

“Tapi gadis kecilku, kamu tahu bahwa memang kenyataannya seperti itu. Kamarmu penuh dengan rubi dan berlian. Orang-orang perlu menggunakan pelindung agar mata mereka tidak silau”, jawab sang Raja.

“Aku tidak peduli pada semua rubi, berlian, safir, dan batu-batu lainnya. Yang kuingini adalah mahkota yang bertahtakan keajaiban ini!” Ia menunjuk air mancur yang tepinya tertutup tetesan air yang berkilauan di bawah sinar matahari. Sang raja yang juga bodoh langsung bangkit berdiri dan memanggil pelayannya, “Bawalah kepadaku semua pandai emas di negeri ini”

Sang raja membuat sayembara kepada seluruh tukang emas di negeri ini. “Aku ingin dan menuntut bahwa untuk ulang tahunnya, putriku menerima mahkota yang bertahtakan tetesan air,” kata Raja dengan suara seperti geledek. Semua yang mendengarnya tercengang, “Tuan, kami siap memuaskan hati anda dan putri anda. Namun hal barusan yang anda minta adalah hal yang tidak mungkin,” kata tukang emas paling berpengalaman. Raja murka luar biasa.

“Penjaga. Bawa mereka semua ke penja…”

“Tunggu, Tuan,” sebuah suara tiba-tiba terdengar, “Biar saya mencobanya. Tetapi untuk itu, saya harus dibantu oleh sang putri sendiri” Orang ini bukanlah pandai emas. Ia hanya petapa tua yang tinggal di sayap kastil. Sang raja terheran-heran melihat calon pembuat mahkota putrinya. Tetapi karena itu adalah satu-satunya cara, maka ia menerimanya.

Hari ulang tahun sang Putri tiba. Seluruh penghuni kastil berkumpul di taman, putri dan raja berdiri di tengah-tengah. Petapa itu datang membawa bantal dengan mahkota emas di atasnya. Ia berlutut di depan Raja dan berkata, “Tuan, seperti yang saya janjikan. Saya membawa mahkota dan Putri tinggal menghiasnya dengan tetes-tetes air”

Putri bodoh itu bergegas pergi ke air mancur dan dengan bernafsu mengulurkan tangan ke tetesan-tetesan air air itu. Namun setiap kali dia ingin menangkapnya, tetesan itu pecah dan meninggalkan bekas basah di jarinya. Sang putri jengkel. Sepanjang siang, ia berusaha mati-matian untuk menangkap air. Para penghuni kastil berusaha juga untuk mati-matian tidak menertawakan putri bodoh itu. Dengan marah, sang putri kembali ke kamarnya di kastil pada malam hari tanpa menangkap satu tetes airpun. Ia malah mendapatkan flu berat.

Konon sejak hari itu, dia tidak begitu bodoh lagi. Si bijak telah membuat hadiah yang indah dengan memberinya sedikit akal sehat.


#fairytale #dongeng #dongenganak #ceritaanak #fabel #30harimendongeng

Dikutip dari 30 Cerita Ulang Tahun, karangan Catherine Mory

Rabu, 27 Agustus 2014

Day 6: Ulang Tahun si Tikus Kecil



Di sebuah kota kecil yang sudah terlelap. Seekor tikus kecil membuka catatannya. “Gigi seri Arthur sudah selesai. Begitu juga dengan Gary. Kedua gigi taring Christ barusan kubereskan. Tinggal geraham depan milik Lily…”, gumamannya berhenti. Bayangan kucing yang dipelihara Lily melintas.

Sambil menyeret kakinya, ia mengendap-ngendap masuk ke rumah Lily dan menyelinap dari bawah pintu. Tidak ada suara sama sekali. Semua pasti sudah tertidur. Sebuah siluet hitam berbulu nampak di tembok ruang tamu. Tikus kecil mundur selangkah demi selangkah karena takut. Namun samar-samar ia mendengar suara dengkuran. Monster itu tertidur! Kucing itu tidak akan mencelakakannya. Ia harus segera bergegas menyelesaikan pekerjaannya!

Si tikus menyelinap masuk ke kamar Lily, menyelipkan kaki gesitnya ke bawah bantal Lily dan menukar gigi geraham Lily dengan sekeping koin emas, dan segera keluar secepat ia masuk ke kamar itu. Ia bergegas keluar rumah, namun celaka! Monster itu bangun dan memandangnya dengan mata kecilnya yang kuning dan kejam.

Tikus kecil memasukkan kakinya ke dalam tas yang ia bawa. Ia meraih sebuah kotak yang menimbulkan suara seperti lenguhan sapi. Ia menggoyangkan kotak tersebut dan lenguhan keras memenuhi seluruh ruang tamu. Kucing yang dari tadi mengejarnya tertegun. Matanya berusaha mencari asal suara lenguhan itu.

Ketika kucing sibuk mencari suara itu, tikus kecil melesat secepat roket keluar rumah. Ia berlari sepanjang trotoar. Ia mendengar si kucing mengeong dengan marah karena membiarkan mangsanya kabur begitu saja. Si tikus tergeletak di tanah kelelahan. Dalam hati ia bertanya, sampai kapan ia dapat menghindari si kucing.

Ia kembali berjalan dengan susah payah, “Ah sudahlah… aku lelah”. Tikus kecil lelah mempertaruhkan nyawanya demi anak-anak. Esok ia akan memanggil seluruh rakyat tikus dan membuat sidang istimewa untuk menjelaskan keputusannya. Sampai di rumahnya, ia langsung tertidur ketika kepalanya menyentuh bantal.

Keesokan harinya, ia dibangunkan oleh suara ribut. Ia membuka matanya sedikit dan ia melihat ratusan kepala kecil yang bernyanyi menurut irama. “Se-la-mat u-lang ta-hun ti-kus ke-cil!” Astaga! Dia lupa sama sekali akan ulang tahunnya. Ia duduk di tempat tidurnya bersama keluarga dan rekan-rekannya. Dengan wajah gembira, mereka tersenyum karena mereka punya kejutan yang menyenangkan untuk tikus kecil ini.

Tikus kecil tersenyum membalas senyuman mereka, namun di dalam hati, ia sedih memikirkan kekecewaan yang ditimbulkan ketika ia mengumumkan pengunduran dirinya. Semua sudah berkumpul. “Ini saatnya”, pikir si tikus kecil.

Seekor anak tikus yang manis menyerahkan bungkusan ke atas tempat tidurnya dan berkata bahwa semua ikut berpartisipasi dalam hadiah ini. Si tikus kecil menyobek kertas kadonya dan terlihat sebuah kotak. Di atasnya, ada tulisan yang membuatnya tersenyum lebar. Ia melompat dari tempat tidurnya dan berseru, “Sebenarnya hari ini aku akan mengumumkan kabar besar: Aku tidak akan berhenti memenuhi kewajibanku untuk anak-anak. Ini semua berkat ide hebat yang kalian berikan kepadaku… sebuah pistol air untuk menakuti kucing!”

“Yeay… Hidup tikus kecil! Hip hip hura! Hip Hip Huraaa!”, teriak semua temannya dengan gembira.

#fairytale #dongeng #dongenganak #ceritaanak #fabel #30harimendongeng

Dikutip dari 30 Cerita Ulang Tahun, karangan Catherine Mory




Ps: Maafkan hari ini telat ngepost... sedang banyak kerjaaann...huhuuu.. but please enjoy your little time with this story ^^ *hug*

Selasa, 26 Agustus 2014

Day 5: Ulang Tahun Gergasi



Tahukah kalian tentang Gergasi? Dia adalah raksasa besar pemakan anak kecil. Orangnya tinggi seperti rumah, kakinya panjang seperti batang bambu, perutnya besar seperti balon udara, namun kepala dan otaknya kecil seperti kacang. Pikirannya juga ciut dan keriput seperti pangsit disiram kuah. Ia memang berbadan besar, namun ia sangat bodoh.

Setiap ulang tahun, ia selalu turun dari gunung ke desa untuk meminta sajian anak-anak yang tampan dan besar sesuai dengan usianya saat itu. Anak-anak itu dibawa ke kastilnya, dicelupkan dalam cokelat panas dan diangin-anginkan, lalu mengunyah mereka dengan sangat berselera. Tentu saja orangtua anak-anak itu tidak ingin menyerahkan anak-anak mereka. Hari itu pasti penuh dengan teriakan, jeritan, dan baku hantam.

Tahun ini pun Gergasi turun gunung. Dengan langkah kaki yang membuat bumi bergetar, ia menghampiri warga yang berkumpul di alun-alun. “Dimana anak-anak kesukaanku itu?”, tanyanya dengan suara serak.

Kepala desa maju dan menghadap gergasi. Ia mengangkat kepalanya dan berkata kepada Gergasi, “Gergasi yang besar. Tahun ini kami menyediakan sajian spesial untukmu. Coba lihat!” Dengan ayunan tangannya yang lebar, ia menyibakkan kain yang berada di tengah alun-alun itu. Di bawah kain tersebut terdapat lubang lebar dan banyak telur besar di atasnya. Gergasi mengernyitkan alisnya. Ia tidak mengerti.

“Biasanya tidak seperti ini”, kata Gergasi kecewa. Kepala desa menjawab, “Itu karena biasanya kami memberikan anak-anak yang sudah menetas. Kali ini, kami memberikan yang masih dalam cangkang, agar benar-benar segar.” Gergasi tidak tahu kalau anak-anak kecil lahir dari telur. “Ini masih baru! Anak-anak yang lahir dengan teknologi mutakhir. Lebih sedikit bulunya, paling lembut, sangat kenyal, pokoknya sangat enak!”, seru penduduk-penduduk riuh.

“Baik… baik…” kata Gergasi pusing

“Jangan lupa untuk mengerami dengan baik ya”, teriak penduduk-penduduk itu. Gergasi pergi membawa telur-telur tersebut di ketiaknya. Sesampainya di rumah, Gergasi tidur dan bermimpi bahwa ia mengunjungi negeri yang indah dipenuhi dengan pohon-pohon dengan bocah-bocah cokelat. Ada yang bersalut cokelat putih, cokelat hitam, ada juga yang bersalut caramel. Saat ia mengulurkan tangan untuk memetik, perasaan lapar menusuk-nusuk pantatnya yang besar. Ia bangun dan mendekatkan kepalanya ke sarang. Beberapa cangkang telur mulai retak-retak karena dipukul dari dalam.

“Nyam…nyam”, air liur Gergasi mulai menetes. Ia tidak sabar melihat makanannya keluar. Salah satu dari mereka mulai menampakkan kepalanya. Kepalanya yang aneh memanjang dan memandang Gergasi. Gergasi yang bodoh menatapnya balik dengan wajah penasaran namun gembira. Makhluk itu mengeluarkan seluruh badannya, namun betapa terkejutnya Gergasi bahwa makhluk itu tidak punya tangan dan kaki! Begitu juga teman-temannya.
“Ini bocah-bocah apa?” kata Gergasi kecewa. Namun ia tidak sempat berpikir lagi karena salah satu dari mereka sudah menggigit hidung Gergasi yang pesek. Yang lainnya sudah melata ke arahnya dengan mata berkilauan rakus. Kalian tentu sekarang tahu bahwa telur-telur itu sebenarnya telur ular!

Dengan ketakutan, raksasa besar itu melarikan diri dan berlari lurus ke depan. Penduduk desa tidak pernah melihatnya lagi selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Gergasi kapok meminta anak-anak desa itu lagi.



#fairytale #dongeng #dongenganak #ceritaanak #fabel #30harimendongeng

Dikutip dari 30 Cerita Ulang Tahun, karangan Catherine Mory

Senin, 25 Agustus 2014

Day 4: Ulang Tahun Santa Klaus


Santa Klaus tua pergi ke dapur. Celemek merah melingkari perutnya yang sangat buncit. Ia bersenandung dengan ceria. Hari ini ulang tahunnya. Meski ia tidak mengingat berapa umurnya, ia tetap mengingat bahwa ia lahir hari ini.Ia mengangkat jarinya untuk berhitung. “Yang pasti aku tidak lahir kemarin. Tidak juga tahun lalu. Nampaknya aku sudah beratus-ratus tahun. Ah, sulit sekali rasanya menghitung.” Ia menurunkan tangannya lagi, “Sudahlah tak penting! Yang penting, hari ini aku akan membuat kue yang manis dan enak untuk kubagikan kepada kurcaci-kurcaci kecilku. Pertama-tama aku perlu tepung yang putih seperti salju”

Santa Klaus membungkuk mengambil tepung di lemarinya dan meletakkan di atas meja. Ketika ia berbalik dan ingin mengambil mangkuk, sebuah bayangan kecil dan gesit masuk lalu keluar dari dapurnya. Santa Klaus menengok ke belakang dan ia terbelalak. “Astaga, kemana tepungku?”

Ia mencari tepungnya di bawah meja, di atas oven, di dalam lemari-lemarinya, namun hasilnya nihil. Ia tidak menemukan tepungnya. Lalu, ia pergi ke rumah kecil tempat kurcaci-kurcaci tinggal dan membuat mainan, “Kurcaci-kurcaci sayang, apakah kalian melihat tepung putih saljuku?”.

“Demi topi runcing kami. Kami tidak melihatnya”, jawab Tintinabul mewakili teman-temannya.

“Ah, baiklah. Aku tidak akan menggunakan tepung. Bagaimanapun, agar kue menjadi manis, aku butuh gula”, gumam Santa Klaus sambil kembali ke dapur. Ia mengambil gula di lemarinya, lalu membungkuk mengambil cokelat. Namun, ketika ia berdiri lagi, gula itu sudah lenyap tak berbekas. “Huh, dimana tepung gulaku?”

Ia meninggalkan cokelatnya di atas meja. Santa Klaus mengangkat panci-panci yang ada, mengintip dari kiri ke kanan, namun tidak ada bekas bungkusan gulanya. Ia naik darah, mengetuk pintu rumah kurcaci, “Kurcaci-kurcaciku yang nakal dan jahil, apakah kalian melihat sebungkus gula yang manis dan lezat itu?”

Mereka menggelengkan kepala, “Demi topi runcing kami, kami tidak melihatnya”, senandung mereka”

“Menyebalkan! Apa jadinya kue tanpa tepung dan gula yang manis?”, Santa Klaus mengomel. Dalam hatinya, ia sebal karena hanya bisa membuat krim cokelat untuk ulang tahunnya. Ia pergi ke lemari es dan mengambil telur di sana. Tetapi ketika ia kembali ke meja, cokelatnya pun lenyap. Dengan sangat marah, ia berteriak, “Kemana perginya cokelatku?”

Sambil mengernyitkan dahi dan alisnya, ia mencari ke kolong-kolong dapurnya, juga melihat ke langit-langit. Siapa tahu barang-barang itu terbang. Namun tak ada jejak tepung, gula, ataupun cokelat di sana.
Ia kembali pergi ke rumah kurcacinya. “Kurcaci-kurcaci kecilku yang jahil. Apakah kalian melihat kepingan co…”, namun ia tidak dapat menyelesaikan kalimatnya.

Di hadapannya terdapat kue ulang tahun yang sangat indah. Kurcaci-kurcaci berdiri di sekeliling kue yang bersinar diterangi ratusan lilin kecil.

“Selamat ulang tahun Santa Klaus”, nyanyi para kurcaci itu dengan keras sampai memekakkan telinga.

“Oh, kalian ini. Anak-anakku yang jahil, kurcaci-kurcaciku yang manis”, Santa Klaus tergagap, wajahnya memerah karena senang, “Kalian repot-repot membuatnya. Seharusnya aku yang…”

“Anda tidak boleh masak pada hari ulang tahun, Santa Klaus. Itulah sebabnya kami menyembunyukan tepung, gula, dan cokelat”, jawab Tintinabul dan teman-temannya. “Anak-anak yang kusayangi, kalian memang benar”, Santa Klaus mengakhiri dengan air mata haru dan memeluk kurcaci-kurcacinya dengan penuh cinta

#fairytale #dongeng #dongenganak #ceritaanak #fabel #30harimendongeng

Dikutip dari 30 Cerita Ulang Tahun, karangan Catherine Mory

Minggu, 24 Agustus 2014

Day 3: Gulai Katak


Suatu hari, kelinci berjalan-jalan dan melihat Rakun menangis. “Hari ini istriku berulangtahun, namun tampaknya tahun ini aku tidak bisa memasak gulai katak kesukaannya. Sudah berbulan-bulan, makhluk kecil itu lolos dari tangkapanku. Ia mengetahui semua tipu muslihatk”, Rakun mencurahkan kesedihannya pada kelinci. “Ikuti aku! Aku ada ide”, ujar kelinci “Ikuti persis yang aku katakan”.

Rakun lalu berjalan ke tepi sungai dan terhuyung-huyung, lalu jatuh. Ia tidak bergerak lagi di atas pasir. Katak-katak yang tadinya melarikan diri, berhenti dan melihat ke belakang dengan terheran-heran. “Apa yang terjadi dengan bajak laut berkaki pendek ini? Matikah ia? Atau hanya tidur seperti putri tidur”, Tanya si katak besar. “Semoga dia mati! Semoga dia mati!”, sahut katak-katak kecil sambil melompat-lompat gembira.

Tiba-tiba kelinci melompat muncul dari balik semak dan berteriak, “Celaka! Rakun mati! Malangnya keluarga rakun”

“Bahagianya keluarga katak”, nyanyi katak-katak itu serempak. “Mari kuburkan dia dalam lubang yang paling dalam agar dia sungguh tidak bisa keluar lagi”, seru kelinci. Katak-katak itu setuju dan mulai membuat lubang yang dalam. “Ide bagus! Jadi kita tidak akan lagi melihat makhluk kelaparan yang jahat dengan ekor garis-garis itu, bukan?”, sahut si katak besar.

“Apakah lubangnya sudah cukup dalam?” Tanya si katak.

“ Apakah kalian masih bisa melompat keluar?”, kelinci kembali bertanya.

“Jika kami mau, kami bisa melompat keluar”, kata katak-katak itu.

“Kalau begitu, itu belum cukup dalam. Galilah lagi”, perintah si kelinci.

Katak-katak itu kembali menggali lubang. Sejam kemudian, mereka bertanya lagi hal yang sama dan kelinci kembali bertanya “Apakah kalian masih bisa melompat keluar?”. Katak-katak itu menjawab dari dalam lubang, “Kalau kami mau, kami bisa melompat keluar”.

“Teruslah menggali. Lubang itu belum cukup dalam”, teriak si kelinci dari atas.

Mereka kembali menggali lubang dan sejam kemudian katak besar melihat pekerjanya mulai kelelahan. Maka ia berteriak memanggil kelinci, “Hai kelinci! Sudah cukup dalamkah?”. Kelinci bertanya lagi “Apakah kalian bisa melompat keluar?”

“Kami sudah menggali terlalu dalam. Sekarang kami lelah dan tidak memiliki kekuatan untuk melompat ke atas”, jawab katak besar pemimpin kelompok itu.

“Jadi kalian tidak bisa keluar lagi?”

“Nampaknya begitu”

Maka kelinci membentuk corong di mulutnya dan berteriak, “Sobat rakun! Bangunlah! Selamat makan!” dan begitulah, sekali lagi di tahun ini, ibu Rakun dapat menikmati gulai katak favoritnya di hari ulang tahunnya.

#fairytale #dongeng #dongenganak #ceritaanak #fabel #30harimendongeng

Dikutip dari 30 Cerita Ulang Tahun, karangan Catherine Mory



Ps: ga suka sama cerita ini... buat saya, ini sad ending banget... hikshikshiks

Sabtu, 23 Agustus 2014

Day 2 : Pak Tua dan Si Cerewet



Di atas lahan tuan tanah yang kaya raya, hiduplah Pak tua yang pendiam dan istrinya yang cerewet.

Suatu hari, Pak tua menemukan kuali penuh emas di hutan, namun ia ragu untuk memberitahu istrinya, karena istrinya adalah orang yang cerewet dan senang bicara... Pak tua takut istrinya membocorkan rahasia ini kepada tuan tanah, dan tuan tanah akan menagih emas2 itu darinya...

Akhirnya pak tua punya ide! Ia menunggu hari ulang tahun istrinya, dan melaksanakan rencananya. Ia menggantungkan kue di semak2, mengikat kelinci di tengah kolam, dan memasang ikan di semak belukar. Lalu ia pergi menemui istrinya

"Selamat ulang tahun, Istriku tersayang. Aku punya kejutan untukmu. Tapi berjanjilah untuk tidak membocorkan cerita ini pada siapapun."

Si istri yang cerewet setuju. Kemudian mereka pergi ke hutan, tempat dimana Pak tua menyembunyikan emasnya. Dalam perjalanan ke hutan, si istri takjub akan pohon tempat ikan tumbuh, semak tempat kue berayun-ayun, dan kolam tempat orang memancing kelinci. Ia kagum akan semuanya itu, terlebih lagi akan emas yang disimpan suaminya.

Keesokannya, istri cerewet ini pergi mencuci baju di sungai. Ia menahan diri sebisa mungkin untuk tidak membicarakan keajaiban yang ditunjukkan suaminya, namun ia tidak tahan. Lidahnya begitu menggelitiknya dan membuatnya gatal. Akhirnya, ia menceritakannya kepada semua orang, dan akhirnya tuan tanah juga mendengar hal itu. Di malam hari, tuan tanah datang ke rumah Pak tua dan istrinya. Ia mengetuk pintu dengan keras. “Pak Tua, serahkan emas-emas itu!” Pak tua pura-pura heran. "Jangan berbohong, istrimu sudah menceritakan semuanya", kata si tuan tanah.

"Tapi anda tahu kan bahwa ia suka berbicara melantur? Ia sudah tua, pikirannya tidak waras lagi" kata Pak tua. Tuan tanah memanggil istri pak Tua dan memintanya untuk menceritakannya lagi. Dengan senang hati, istrinya bercerita. "Ceritanya panjang, tuan. Ketika kami pergi ke hutan untuk membongkar emas, kami melihat semak-semak yang penuh dengan kue, kolam memancing kelinci, dan pohon berbuah ikan." Mendengar itu, tuan tanah mengernyitkan dahi. "Apa-apaan ini?” ujarnya berang, “Baiklah pak tua. Anda memang benar. Istrimu memang suka melantur. " Tuan tanah akhirnya meninggalkan keluarga Pak tua. Pak tua berhasil menyelamatkan emasnya dan sang istri bebas berbicara, sekarang tidak ada seorangpun yang percaya kepadanya :)


#fairytale #dongeng #ceritaanak #dongengulangtahun

Jumat, 22 Agustus 2014

Day1: Ulang Tahun Rusa Besar



Rusa besar berulang tahun!


Ia mengundang hewan-hewan bertanduk untuk hadir di pesta ulang tahunnya di sebuah pulau seberang. Sapi, kambing, kerbau, dan domba senang bukan kepalang. “Aku dengar Rusa sudah menyiapkan pesta dengan berbagai hidangan melimpah”, cerita sapi bersemangat. “Bahkan kokinya sudah bekerja tujuh hari tujuh malam”, sambung kerbau.

Anjing yang mendengar keriuhan itu menjauh. Ia kesal sekali tidak diundang. Akhirnya ia mencari kambing dan memaksa untuk meminjamkan tanduk untuk anjing. Kambing ragu-ragu menyerahkannya, namun akhirnya diserahkan pada anjing. Hari pesta tiba! Anjing dengan tanduk kambing di kepalanya menumpang perahu bersama para tamu undangan lain. Ia tak henti-hentinya berceloteh tentang pesta nanti. Tentu saja tidak ada satupun yang mengerti dengan gonggongannya yang sama sekali tidak mirip dengan lenguhan ataupun embikan. Kucing, yang juga ingin ikut pergi ke pesta itu, menatap perahu itu dari kejauhan dan mengeong. “Si rakus berada bersama kalian! Tinggalkan dia atau makanan kalian akan habis!”, namun perahu tetap melaju.

Apa yang dikatakan kucing tepat. Si anjing rakus dengan kalapnya memakan semua makanan-makanan yang ada. Sementara itu, si kucing masih saja mengeong di pulau seberang. Suaranya makin keras. Rusa besar si tuan rumah akhirnya memperhatikannya. Ia berkata kepada tamu-tamunya “Tenanglah sedikit. Kucing nampaknya ingin menyampaikan pesan untuk kita.” Si anjing mulai merasa bahwa keadaan ini akan berakhir buruk. Maka ia buru-buru menelan bulat-bulat kalkun panggang dan menyumpal pipinya dengan dada ayam. Ia segera melompat ke air, berenang, dan sesampainya di pantai, ia mengejar kucing. Tentu saja si kucing sudah lari terlebih dahulu. Ia lari dengan gesit dan memanjat pohon. Sejak saat itu, menurut orang-orang Karibia, anjing tidak pernah berhenti untuk mengejar setiap kucing setiap melihatnya. Begitulah awal mula permusuhan anjing dan kucing…

#fairytale #dongeng #dongenganak #ceritaanak #fabel #30harimendongeng



Dikutip dari Mory, C. 30 Cerita Ulang Tahun . (2014). Jakarta: Gramedia.

30 hari mendongeng... ^^

Halo!Saya kembali dengan project baru yang menantang diri saya sekaligus membahagiakan diri saya... ehehe...



Sejak kecil, saya sangat suka dongeng... ^^ Bahkan sampai sekarang, sampai saya berusia 23 tahun.

Kenapa saya suka dongeng? Entahlah... tapi ketika kecil, dongeng selalu membawa kebahagiaan tersendiri untuk saya... Dongeng adalah sesuatu yang menemani diri saya kapanpun itu... Saat sedang senggang, saat bosan, saat jenuh belajar, saat sakit tipes dan terpaksa bobo cantik di rumah dua minggu... Semua saya lewatkan bersama dongeng dan cerita-cerita... ^^


Saya punya ketertarikan dengan dunia anak, walaupun kadang suka galak sama anak... ehehee... :p

Saya ingin menyumbang sesuatu untuk anak-anak... saya belum punya banyak uang... waktu juga belom banyak-banyak amat, karena masih menyelesaikan skripsi.... Jadi salah satu yang saya punya cuma buku dongeng hadiah ulang tahun saya yang diberikan oleh teman-teman dan dosen kesayangan saya.




Lalu saya pikir, kenapa tidak mendongeng saja di dunia maya? ;) Cerita-cerita ini masih saya kutip dari buku-buku milik saya. Suatu saat nanti, semoga saya bisa ikut menulis cerita orisinil untuk anak-anak... ehehehe... Thats one of my dream... ^^


Kenapa saya bikin project ini? Karena saya ingin berbagi kebahagiaan saya. Tidak semua orang suka membaca, apalagi membaca dongeng dan cerita anak-anak, tapi izinkanlah saya untuk menebarkan kepercayaan bahwa dongeng dan cerita adalah bibit kebahagiaan yang ditebarkan dan dapat ditabur... entah cepat atau lambat... ^^


Mengapa tidak membacakan dongeng atau cerita-cerita anak penuh makna dan sarat akan nilai hidup untuk anak-anak di sekitar kita? Sudah muak kan dengan tingkah laku anak-anak yang sok dewasa dan berlaku lebih tua dari usianya? ;) Daripada mengutuk gelap, mari mulai dengan sebatang lilin kecil bernama dongeng ^^

hehehe...

Mau ikutan berbagi dongeng? atau sekedar menikmati dongeng dan bernostalgia dengan masa kecil anda? SILAKAN... ^^



Selamat membaca (dan menyebarkan dongeng) untuk 30 hari ke depan...
#30harimendongeng